Senin, 21 Februari 2011

Keutamaan Keluarga Rasulullah Saw. (1)

PENDAHULUAN

BISMILLAH AR-RAHMAN AR-RAHIM

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan ke hadrat Allah yang mewajibkan segenap kaum Muslimin menumpahkan kecintaan dan kasih sayang kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad s.a.w. beserta semua ahlulbait dan keluarganya; sebagaimana telah difirmankan-Nya dalam al-Qur'anul-Karim.

("Katakanlah hai Muhammad, aku tidak meminta upah apa pun dari kalian atas seruanku selain kasih sayang di dalam kekeluargaan") [Asy-Syura: 23]

Asyhadu an laa ilaaha illallaah, saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dengan kesaksian itu semoga Allah s.w.t. berkenan memperdalam kecintaan saya dan lebih mendekatkan saya kepada-Nya…Wa asyhadu anna sayyidanna wa maulaanaa Muhammadan 'abduhu wa Rasulu; dan saya pun bersaksi bahawa junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, manusia termulia di seluruh jagat raya…

Ya Allah, limpahkanlah shalawat sebanyak-banyaknya dan salam sejahtera kepada Nabi dan Rasul yang mulia itu bersama seluruh ahlulbait dan para sahabatnya yang telah melaksanakan amanat Risalah dengan sempurna.

Ada dua sebab yang mendorong saya menulis buku kecil ini yang saya beri judul "KEUTAMAAN AHLULBAIT RASULULLAH S.A.W."

Pertama: Lebih kurang lima tahun yang lalu, yaitu pada tahun 1400 H/1980 M, saya pernah menulis sebuah risalah kecil berjudul "Asyura" (10 Muharram), berisi uraian tentang ahlulbait Rasulullah s.a.w., khususnya riwayat singkat Imam al-Husein bin 'Ali bin Abi Thalib r.a. Di saat menulis risalah itu tidak terlintas dalam fikiran saya, bahawa ia akan memperoleh sambutan hangat dari kaum Muslimin. Bahkan banyak di antara mereka yang meminta kepada saya supaya menulis sebuah buku yang lebih lengkap dan jelas tentang kedudukan ahlulbait Rasulullah s.a.w. di dalam agama Islam.

Sesungguhnya saya merasa berat sekali memenuhi permintaan yang baik itu karena saya bukan seorang penulis. Dalam waktu yang lama hal itu menjadi beban fikiran saya. Kemudian saya berniat hendak mencobanya sambil bertawakkal kepada Allah s.w.t., mohon hidayat dan taufik-Nya, agar niat saya itu dapat terlaksana. Dengan menekuni pembacaan kitab-kitab tentang ahlulbait Rasulullah s.a.w. dan dengan bantuan beberapa orang sahabat, akhirnya saya memberanikan diri menulis buku ini. Betapa besar saya rasa syukur saya kepada Allah s.w.t. yang telah berkenan mengabulkan permohonan saya.

Dalam keadaan usia saya yang telah lanjut, saya hanya mengharapkan semoga usaha saya ini diridhai Allah dan Rasul-Nya serta dinilai sebagai amal kebajikan yang akan membuka pintu maghfirah, agar pada saat saya akan meninggalkan dunia yang fana ini dikurniai husnul-khatimah. Tidak lain hanya itulah yang saya idam-idamkan.

Selain itu masih ada satu hal yang ingin saya kemukakan untuk mencegah kemungkinan terjadinya salah faham yang sama sekali tidak saya inginkan. Dalam buku ini terdapat pembahasan tentang "Hadith Tsaqalain". Sehubungan dengan itu saya hendak menekankan dua hal: 

Pertama, saya sama sekali tidak mengingkari adanya Hadith yang diriwayatkan berasal dari ucapan Rasulullah s.a.w., bahawa beliau meninggalkan dua pegangan yang menjamin keselamatan ummatnya yaitu:

(Kitabullah dan Sunnahku)

Hadith tersebut adalah Hadith yang lain lagi, yakni bukan Hadith Tsaqalain, dan pada umumnya telah banyak diketahui oleh kaum muslimin. Lain halnya dengan Hadith Tsaqalain, sekalipun kebenarannya telah diterima bulat oleh berbagai mazhab Islam, namun belum banyak dikenal oleh kaum Muslimin. 

Kedua, dengan membahas Hadith Tsaqalain, buku ini sama sekali tidak bermaksud hendak membuka pendebatan atau polemik, saya hanya bermaksud menyampaikan wasiat Rasulullah s.a.w. kepada kaum Muslimin awam yang belum pernah mendengar atau mengenalnya. Dengan mengenal dan mengetahui siapa-siapa dan bagaimana sesungguhnya kedudukan ahlulbait Rasulullah s.a.w. itu, orang akan merasa mantap dalam mengucapkan shalawat bagi "sayyidina Muhammad dan bagi aal sayyidina Muhammad" dalam setiap shalat fardhu yang lima kali sehari semalam.

Tidak diragukan lagi bahawa aal Muhammad Rasulullah s.a.w. yang dalam zaman kita sekarang ini terkenal dengan sebutan kaum 'Alawiyyin, merupakan orang-orang yang memiliki fadhilah dzatiyyah (keutamaan dzat) yang dikurniakan Allah s.w.t. kepada mereka melalui hubungan darah dengan insan pilihan-Nya, Rasulullah s.a.w. Naif sekali anggapan yang menyamakan mereka dengan orang-orang dari keturunan lain, kerana anggapan demikian itu sama artinya dengan menyamakan pribadi Rasulullah s.a.w. dengan pribadi lain. Anggapan seperti itu tidak sejalan dengan syari'at Islam, kerana Allah s.w.t. menegaskan dalam firmannya:

"Dan dia (Muhammad s.a.w.) tidak mengucapkan sesuatu menurut kemauan hawa nafsunya, ucapannya bukan lain adalah wahyu yang diwahyukan Allah kepadanya" [An-Najm: 3-4]

Fadhilah dzatiyyah yang mereka miliki bukan fadhilah yang dibuat-buat dan bukan berdasarkan fadhilah pengamalan baik mereka dan bukan pula atas keinginan mereka, melainkan telah menjadi qudrat dan kehendak Ilahi sejak azal. Kerana itu tidak ada alasan apa pun untuk merasa iri hati terhadap keutamaan mereka. Soal inilah justru yang dipertanyakan Allah s.w.t. dalam firman-Nya:

"Ataukah mereka (orang-orang yang dengki) merasa iri hati terhadap orang-orang yang telah diberi karunia oleh Allah?" [An-Nisa: 54]

Fadhilah dzatiyyah yang dikaruniakan Allah s.w.t. kepada para keturunan Rasulullah s.a.w. sama sekali tidak lepas dari rasa tanggung jawab mereka yang lebih berat dan lebih besar daripada yang mesti dipikul orang lain. Mereka mesti selalu menyadari kedudukannya di tengah-tengah ummat Islam. Mereka wajib menjaga diri dari ucapan, perbuatan dan sikap yang dapat mencemarkan kemuliaan aal Muhammad Rasul Allah s.a.w., dan wajib pula menyadari tanggungjawabnya yang lebih besar atas citra Islam dan ummatnya. Dengan demikian maka kewajiban menghormati mereka yang dibebankan oleh syari'at kepada kaum Muslimin dapat diwujudkan dengan sebaik-baiknya. Tidak akan ada kesan bahawa para keturunan Rasulullah s.a.w. menonjol-nonjolkan diri menuntut penghormatan dari orang lain, dan kaum Muslimin pasti menempatkan mereka pada kedudukan sebagaimana yang telah menjadi ketentuan syari'at.

Dalam buku ini kami paparkan dengan jelas dan gamblang kewajiban kaum Muslimin menghormati keturunan Rasulullah s.a.w. sebagaimana yang difatwakan oleh para ulama puncak dan para Iman mujtahidin berdasarkan Kitabullah al-Qur'an dan Sunnah Rasul-Nya. Semoga Allah s.w.t. berkenan melimpahkan hidayat-Nya kepada kita semua agar tetap mencintai ahlulbait dan aal Muhammad s.a.w. demi kecintaan kita kepada Allah s.w.t. dan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad s.a.w. 

Maha Besar Allah yang telah berfirman:

"Sungguhlah bahawa engkau tidak akan dapat memberi hidayat kepada orang yang kau kasihi, tetapi Allah sajalah yang melimpahkan hidayat kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang hidup menurut hidayat-Nya" [Al-Qashash: 56]

Mudah-mudahan dengan inayah Rabil-'alamin penjelasan saya mengenai ahlulbait Rasulullah s.a.w. akan bermanfaat bagi kaum Muslimin. Semoga Allah s.w.t. dan Rasul-Nya berkenan menerima serta meridhai sekelumit kebajikan yang saya hibahkan kepada seluruh ahlulbait Rasul Allah s.a.w.

Wa maa taufiqi illa billah, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi unib.

Jakarta, 1986

K.H. 'Abdullah bin Nuh.

Sumber : K.H Abdullah bin Nuh (1986), Buku Keutamaan Keluarga Rasulullah Saw.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sayyidina Syekh Abi Bakar bin Salim

Sayyidina Syekh Abi Bakar bin Salim